Rabu, 22 Juni 2011

BISINGNYA MODERENISASI TAK LUNTURKAN JIWA KAMI


 
Hingar bingar serta euphoria perkembangan zaman saat ini telah memasuki tahap yang sangat serius. Derasnya arus informasi yang masuk ke masyarakat tidak terbendung sama sekali. Bagaimana tidak, perkembangan zaman pada era modern yang ditandai dengan perkembangan tekonologi informasi telah mampu “menghipnotis” masyarakat dari kota sampai ke tingkat desa. Terutama masyarakat yang tingal di desa, era modern saat ini telah merubah pola pikir serta perilaku masyarakat.  Masyarakat seakan menjadi terlena serta bingung dengan perubahan yang serba cepat ini. Menolak untuk tidak masuk pun tidak mungkin karena cara untuk menolaknya pun tidak tahu bagaimana seharusnya melakukannya. Akirnya pada pilihan menerima saja dengan apa adanya tanpa harus memalui sebuah proses seleksi.
Modernisasi sebenarnya perubahan-perubahan  masyarakat yang bergerak dari keadaan tradisional atau pra modern menuju kepada suatu masyarakat modern.  Apabila kita mengacu pada teori diatas sebenarnya perubahan yang terjadi dimasyarakat adalah suatu keharusan mengingat manusia (masyarakat) menginginkan sebuah perubahan kearah yang lebih baik, terutama dalam kebutuhan hidup pada setiap aspek tidak terkecuali. Misalnya keinginan memproleh pengetahuan, informasi, merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi selain kebutuhan primer, karena dibelahan dunia lain juga mengalami perubahan serta perkembangan serupa.
Sehingga hampir di semua balahan dunia manapun, perkembangan masyarakat dari tradisional kearah masyarakat modern dapat kita jumpai. Contoh konkrit yang paling gampang kita temukan adalah penggunaan telepon genggang hampir dilakukan semua lapisan masyarakat tidak terkecuali, tanpa lagi memandang status sosial, dari kelompok masyarakat kelas atas sampai kelmopok masyarakat kelas bawah apabila dari sisi ekonomi, belum lagi kita melihat dari sisi sosial dan politik. Kecendrungan masyarakat menggunakan telepon genggam bukan disebabkan oleh faktor sebagai sebuah kebutuhan tapi lebih pada faktor gengsi serta prestise. Pendek kata dalam pandangan masyarakat kalau dia bisa kenapa kita tidak bisa.   
Dalam pandangan era modern perubahan dalam hidup masyarakat adalah suatu keharusan mengingat masyarakat pada dasarnya menginginka perubahan dari pola hidup yang tradisional kearah yang lebih baik terhadap pemenuhan kebutuha hidup, berkemanusiaan, melakukan interaksi dengan santun dan bermartabat, menemukan hal-hal baru berupa inovasi, serta membentuk cara berpikir yang rasional. Tidak mengherankan memang, untuk berkomunikasi dengan jarak relatif jauh antar pulau atau antar daerah tidak begitu sulit dan butuh waktu singkat, semua informasi dapat dengan mudah diperoleh. Selain itu, dengan pola hidup yang sudah berubah, secara ekonomi masyarakat telah mampu melindungi diri dari bahaya kelaparan seperti yang pernah dialami pada tahun 70 an. Tidak berlebihan memang dampak positif dari modernisasi. Untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari saja masyarakat tidak perlu  susah mencari atau memproduksi dengan waktu yang relatif lama, bahwa kebutuhan tersebut telah tersedia di pasar-pasar modern dengan kemasan menarik serta tempat yang nyaman. Terutama masyarakat perkotaan, memandang bahwa modernisasi adalah sebuah perubahan yang mesti terjadi mengingat masyarakat perkotaan merupakan kelompok masyarakat yang sangat heterogen sehingga dibutuhkan norma-norma baru yang dapat mengikat satu sama lain sehingga tatanan masyarakat menjadi lebih nyaman. Akbitnya, dampak dari pola hidup masyarakat kota ternyata menjalar sampi ke tingkat desa, hal ini dimediasi oleh saluran TV yang menyiarkan secara gamblang  tanpa melalui proses seleksi yang akurat. Pergeseran nilai dan sikap tentu menjadi faktor pertama yang akan terjadi. Misalnya, pola hidup masyarakat kota yang cenderung individualistik dan  pola hidup yang konsumtif.
Oleh karena itu, muncul sebuah pertanyaan mendasar dari perubahan tersebut. Apakah moderenisasi merupakan kebutuhan mendasar untuk sebuah perubahan dalam hidup masyarakat  atau modernisasi hanyalah masa transisi menuju sebuah perubahan yang mendasar dari sendi kehidupan masyarakat sesungguhnya? Mengingat, dampak dari modernisasi masih sangat relatif  belum menjadi sebuah kemutlakan yang berarti. Dalam pandangan masyarakat kota modernisasi hal yang wajar, namun tidak demikian dalam pandangan masyarakat yang ada di desa, yang masih memegang prinsip tradisional terutama beragam kearifan  lokal sebagai kekayaan yang masih menjadi pilar penting dalam proses sebuah perubahan.  
Tanpa disadari oleh kita, arus modernisasi yang datang pelan-pelan mulai menggerus sedikit demi sedikit beragam kekayaan masyarakat tradisional. Hampir susah dijumpai oleh kita cirikhas kehidupan masyarakat tradisional (desa).  Sebut saja pola hidup gotong royong, tolong menolong serta kolektifitas yang melekat erat dalam kehidupan masyarakat desa sebagai warisan nenek moyang, karena warisan tersebut merupakan tonggak utama sebagai pilar perubahan pada masa lalu.  Secara teori, masyarakat tradisional adalah masyarakat yang kehidupannya masih dikuasai adat istiadat yang mengatur tindakan manusia dalam kehidupan sosialnya. Karena katergantungan yang tinggi pada kondisi alam, maka masyarakat tradisional (desa) secara kolektif mencari dan berupaya bagaimana seharusnya mereka lakukan agar eksistensi mereka tetap ada. Sehingga hidup dekat dengan alam menjadi sebuah keharusan  melalui ritual adat yang menjadi cirikhas utama.
Namun, masih adakah pola hidup kolektifitas/gotong royong sebagai cirikhas masyarakat desa dipertahankan di tengah bisingnya modernisasi yang datang tanpa mengenal waktu dan melewati batas wilayah suatu negara, desa dan kampung halaman kita saat ini? Cukup sulit untuk kita buktikan, kalau masyarakat desa sampai saat ini telah melupakan atau tidak lagi menghargai warisan nenek moyang sebagai kearifan lokal. Dalam beberapa kesempatan diberbagai kegiatan, ternyata kita masih sempat melihat atau menyaksikan pola hidup kolektifitas ala masyarakat desa. Di kabupaten Ende tepatnya di desa Wolosambi kecamatan Lio Timur, bagaimana kita dapat menjumpai masyarakat desa secara gotong royong membangun Pos Kesehatan Desa (POSKESDE)  serta tempat bagi anak Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Berawal dari musyawara mufakat ala masyarakat desa, disepakti  bersama yang dipimpin oleh tokoh adat dan tokoh masayarakat untuk mengerjakan bangunan tersebut oleh masyarakat  yang berasal dari beberapa kampung di desa Wolosambi. Tampak jelas sekali semangat yang ditunjukan oleh laki-laki, perempuan mengerjakan bangunan tersebut dengan rasa persaudaraan yang tinggi serta saling melayani satu sama lain. Sementara dibagian lain, kelompok dapur sebagai kelompok penyuplai konsusmsi bersama, tampak beberapa ibu-ibu serta laki-laki saling menolong satu sama lain dengan rasa persaudaraan agar pekerjaan yang dikerjakan dapat terlaksana dengan baik. Apabila kita menganggap ritual adat telah pudar tergerus oleh arus modernisasi, ternyata salah besar. Pada kesempatan pertama pembangunan gedung tersebut, ternyata didahului dengan pemberkataan oleh tokoh agama dan dilanjuti dengan peletakan batu pertama oleh tokoh adat sebagai isyarat meminta bantuan para leluhur (nenek moyang) untuk memuluskan rencana pembangunan gedung tersebut berjalan dengan aman dan lancar.
Sesungguhnya masyarakat desa pada beberapa tempat, masih menampilkan pola hidup yang kolektif/gotong royong serta masih menjunjung tinggi adat isti adat. Fakta empirik diatas  menunjukan bahwa derasnya arus modernisasi yang masuk pada kehidupan masyarakat desa bukan berarti langsung memudarkan nilai-nilai luhur atau hilang tanpa bekas. Bahwa memang ada beberapa nilai-nilai tertentu pudar dari kebiasaan hidup masyarakat, tapi sesungguhnya warisan hidup yang diberikan oleh para leluhur sampai saat ini masih tetap dipertahankan. Ada beberapa poin penting yang melatarbelakangi kenapa masyarakat desa masih menjunjung tinggi, kebiasaan pola hidup masyarakat tradisional, Pertama, masyarakat memandang bahwa antara alam dengan manusia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia pada hakekatnya sangat tergantung pada alam beserta isinya. Kedua, pada satu kesempatan nanti, antara manusia yang satu dengan yang lain tidak dapat hidup sendiri. Pada kondisi normal, memang antara satu orang dengan yang lain boleh hidup secara individualistik, namun ketiak terjadi musibah maka seketika akan saling memabantu satu dengan yang lain. Ketiga, bahwa apapun perubahan yang terjadi, sifatnya hanya sementara, tidak pernah tetap. Karena manusia adalah makluk yang paling tinggi derajat dari makhluk lain di bumi, sehingga rasa penasaran serta rasa tidak puas membuat manusia terus  melakukan sesuatu perubahan sesuai dengan nalurinya. Keempat, perubahan apapun yang terjadi tidak selamanya dipandang baik. Karena apapun perubahan yang terjadi kemutlakan hanyalah relatif.
Oleh karena itu, paling utama yang harus kita lakukan dalam menjaga kelestarian serta eksistensi pola hidup budaya lokal dari sergapan budaya modernisasi yang datang dari kota yakni masyarakat desa itu sendiri harus mulai lagi menghidupkan kembali beberapa kearifan lokal yang dianggap telah pudar, dengan melibatkan semua unsur yang ada di dalam masyarakat, termasuk generasi muda. Kenapa demikian, generasi muda dipandang perlu mengetahui,  mengingat mereka adalah pilar berikutnya sebagai pelaku utama dalam melestarikan warisan tersebut. Sehingga, apapun informasi atau perkembangan budaya dari luar yang masuk, mereka dapat menangkal serta mampu memilih yang terbaik untuk kekayaan kearifan lokal sebagai suatu kekuatan utama perubahan masyarakat desa.