Minggu, 12 Desember 2010

APA KABAR EGON


Hingar bingar kabar tentang Letusan Merapi meramba sampai ke pelosok tanah air. Tidak heran dalam beberapa pekan terakhir letusan Merapi selalu menjadi omongan semua orang bahkan sampai ke ibu-ibu rumah tangga sekalipun. Namun perlu diingat gunung api di Indonesia bukan cuma Merapi masih ada juga  di pulau lain di negeri ini selain pulau Jawa. Sebut saja Egon, lengkapanya gunung Egon. Memang tidak se-terkenal Merapi namun akhir-akhir ini Egon kembali menunjukan akifitasnya sebagai gunung api aktif.
Letaknya di pulau Flores tepatnya di kabupaten Sikka, pasca letusan terakhir tahun 2008, aktifitas Egon kembali menunjukan peningkatan yakni dengan memberi tanda-tanda panas di sekitar kaki gunung. Tidak heran warga disekitar kakai gunung mengalami kepanasan serta bau belerang yang menyengat. Memang saat ini cukup terasa panas di desa kami, panas ini tidak seperti biasanya yang kami rasakan. Biasanya panas ini hanya terjadi di siang hari tapi sekarang ini malam hari terasa panas sekali, ungkap Benediktus Laba Kepala Desa Nanga Lobong.
Menurut informasi yang diperoleh, akibat letusan Egon tahun 2008, kerugian yang dialami sangat tinggi terutama aset penghidupan masyarakat di beberapa desa kecamatan Waigete salah satunya desa Egon. Pada letusan tahun 2008, hampir semua lahan perawahan yang ditanami padi serta sayuran ditutupi abu setebal 15 cm. Kemudian hampir semua sumur untuk kebutuhan air minum dimasuki oleh abu gunung Egon.  Sehingga saat terjadi letusan situasi tanggap darurat yang dilakukan oleh pemdes Egon yakni dengan mendatangkan air bersih untuk minum bagi masyarakat dari Maumere, ungkap Heron Kepala Desa Egon.
Egon yang tingginya sekitar 1700 meter dari permukaan laut memang salah satu ancaman nyata bagi masyarakat di dua kecamatan yakni Waigete di sisi Utara dengan kecamatan Mapitam disi Selatan. Hampir setiap 4-5 tahun sekali Egon selalu memberi ancaman sehingga tidak mengherankan lagi apabila masyarakat di sekitar Egon sudah menjadi terbiasa. Beruntungnya ancaman meletusnya Egon menjadi pelajaran tersendiri bagi mereka terutama bagaimana seharusnya mereka lakukan apabila Egon meletus.  Sampai saat ini, masyarakat di dua desa yang berada dekat dengan Egon sudah melatih diri dengan simulasi tanggap darurat serta memetakan wilayah desa. Hal ini menurut masyarakat menjadi sangat penting, mengingat pengetahuan tentang kebencanaan harus diperoleh sehingga risiko yang ditimbulkan apabila Egon meletus dapat diminimalisir terutama korban jiwa.
Namun, menurut pengakuan warga, meletusnya Egon tahun 2008 tidak seperti gunung api yang lain. Ketika meletus, Egon tidak memberikan tanda-tanda akan terjadi meletus layaknya gunung api. Sekitar pukul 10.00 wita, tiba-tiba saja masyarakat dikagetkan dengan bunyi gemuruh dari gunung serta semburan awan panas. Kepanikan warga memuncak ketika hujan abu terus mengguyur warga di dua desa serta luapan material ke arah Selatan gunung Egon.  
Oleh karena itu, ketika ada indikasi akan terjadi meletus Egon yang saat ini dalam status waspada, masyarakat di sekitar kaki gunung Egon sudah melakukan persiapan dari berbagai macam seperti surat-surat penting, air minum bersih, makanan cadangan, obat-obatan, tenda-tanda serta informasi penting lainnya menyangkut jalur serta titik evakuasi bagi para pengungsi terutama di desa Nanga Lobong yang jarak hanya 5 km dari puncak Egon, hal ini dilakukan mengingat jumlah warga desa tersebut sekitar 2335 jiwa termasuk 70 jiwa lansia serta 150 jiwa para penyandang cacat..........hati-hati moat

Selasa, 09 November 2010

JANGAN DIGANGGU, KAMI SEDANG BERPERANG DENGAN BENCANA


Siapa bilang bencana tidak dapat diredam. Siapa bilang bencana tidak dapat dijinakan. Ingat, selagi masih bernafas maka kita dapat berbuat sesuatu.

Firdaus Training  Development menjadi saksi bisu,  kala sejumlah manusia duduk berkumpul, berpendapat dan berdiskusi tentang bencana. Sebut saja, Badan Penanggulanagn Bencana Daerah (BPBD), DPRD, DINSOS, DINKES, BPM, TAMAN NASIONAL KELIMUTU, FIRD,YASTIM, KEPDES GOLU LADA serta OXFAM merencanakan bersama bagaimana seharusnya menjinakan bencana. Tidak gampang memang, butuh perhatian serius dari semua pihak ungkap Rafaek Minggu membuka pertemuan.

Rapat yang berlangsung tanggal 5 November 2010 itu,   mengkaji lebih dalam lagi kira-kira siapa saja yang harus berpartisipasi dalam upaya pengurangan risiko bencana. Setali tiga uang, pertemuan yang dihadiri oleh beberapa unsur dari pemerintah serta dari swasta menggagas bersama serta upaya menjalin hubungan yang lebih baik guna melakukan sharing program masing-masing SKPD dengan pihak legislatif  sehingga dalam penganggaran nanti semua SKPD dapat mengalokasikan dananya setiap program di masyarakat yang berprespektif bencana. Pada kesempatan yang sama, anggota DPRD yang diwakili oleh bapak Heri Gani serta Yustinus Sani pun memaparkan beberapa capaian termasuk melanjutkan pembahasan Ranperda Inisiatif di tingkat legislatif.

Untuk mewujudkan kabupaten Ende sebagai kabupaten yang bebas bencana maka sampai saat ini BPBD telah merencanaklan beberapa program untuk tahun anggaran 2011 dan  pada kesempatan ini kami sangat mengharapkan dukungan semua pihak termasuk pihak legislatif , ungkap Farid Ladapase sekretaris BPBD.

Adapun rencan kerja yang dipaparkan secara singkat , yakni:
1. Penguatan  Kapasitas  staf BPBD
2. Mensosialisasi  tentang tupoksi BPBD
3. Melakukan assesment semua desa dan kecamatan se-kabupaten Ende

Menarik memang untuk disimak, ternyata pertemuan POKJA sudah dihadiri oleh kepala desa yakni kepala desa Golu Lada. Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih atas undangan karena saya dapat menghadiri pertemuan dan bagi saya pertemuan ini sangat berarti bagi saya karena saya dapat memaparkan langsung kondsi desa yan gmemang sangat rawan dengan tanah longsor. Apalagi pertemuan ini dihadiri oleh beberapa SKPD serta anggota legislatif, ungkap Lukas Lawa Kelapa Desa Golu Lada.

Menjelang akhir pertemuan, ada beberapa rekomendasi yang dihasilkan, yakni:
1. Supaya BPBD tetap memfasilitasi TSBD yang sudah ada
2.  Penguatan kapasitas di sekolah-sekolah yang rawan bencana
3. Agar pihak legislatif tetap fokus untuk memperjuangakan Ranperda Inisiatif
4. Menindaklanjuti RAM yang sudah dibuat bersama-sama masyarakat dengan pihak LSM

Sebelum berpisah tidak lupa ucapan teria kasih dari masing-masing pihak atas terselenggaranya pertemuan ini termasuk canda tawa serta gurauan dari sesama peserta …….good job bossssss

Senin, 01 November 2010

APA KATA MEREKA TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD) KAB..ENDE


Usia BPBD kabupaten Ende baru menjelang satu tahun. Bagai bayi yang baru lahir.  Bukan berarti harus diam dan tidak berbuat apa-apa terhadap tugas pokoknya. Memulai dan beraktifitas serta menjalankan tugas adalah keharusan.. ...Berikut petikan wawancara langsung GONG FLORES dengan  Kepala Desa Golulada, Lukas Lawa

Selamat siang pak?
Selamat siang juga.
Di Kabupaten Ende, sekarang sudah ada badan yang menangani bencana, yakni BPBD,  apa bapak sudah  tahu? Dari siapa?
Saya sudah tahu, dan kebetulan saya punya mitra dengan YASTIM dan FIRD yang selama ini bekerja dengan kami di desa.

Bagaimana pendapat bapak tentang keberadaan badan ini?
Saya merasa senang karena sudah ada yang menangani masalah bencana karena selama ini  yang kami kenal hanya Kesbangpolinmas, Dinsos serta Dinkes.
Selanjutnya badan ini harus bekerja sesuai denga tugas pokoknya yakni menangani bencana terutama  penanganan sebelum terjadi bencana seperti selama ini yang kami ikut dengan kawan-kawan LSM.

Kira-kira apa yang harus dilakuakn oleh BPBD?
Mereka harus terjun langsung ke desa-desa untuk bersosialiasi kepada masyarakat desa tentang tugas dan tanggung jawab yang mereka lakukan. Kemuadian mulai melakukan pemetaan daerah yang bencana di kabupaten Ende karena setahu saya hampir semua wilayah kabupaten Ende sangat rawan dengan bencana dan maca-macam jenis ancaman.

Desa yang bapak pimpin sudah ada TSBD. Bagaimana peran BPBD terhadap desa yang sudah memiliki TSBD?
Saya sangat mengharapkan dukungan terutama penganggaran, pengesahan secara hukum, pembagian pengetahuan, pelatihan-pelatihan serta yang paling penting lagi yakni, dukungan alat komunikasi  serta sekretariat sebagai tempat untuk komunikasi sesama anggota TSBD. Terutama di desa yang saya pimpin ini letaknya di hulu sungai.

Apa harapan yang ingin disampaikan anda kepada BPBD yang baru ini?

Belajar dari pengalaman yang saat ini masih segar dalam ingatan kita tentang letusan Merapi serta Tsunami di Mentawai,  bahwa penanganan bencana sebenarnya bukan pada saat tanggap darurat atau saat bencana tapi yang paling penting adalah penanganan sebelum terjadi bencana, karena pada saat bencana pasti banyak kerugian yang dialami terutama korban jiwa serta harta benda yang dimiliki oleh waraga. Bila perlu mulai saat ini BPBD  melakukan pertemuan dengan semua kepala desa se-kabupaten Ende untuk berdiskusi serta berdialog untuk mengetahui ancaman apa yang ada di masing-masing desa serta bagaimana solusi yang terbaik karena kepala desa lebih mengenal lebih dekat kondisi mereka.

Maaf, apa bapak sudah mengetahui di mana kantor BPBD berada?
 Belum, saya belum tahu di mana letak kantor BPBD. Katanya masih sekantor dengan KESBANGPOLIMAS.

Sudah tahu, siapa pimpinan BPBD kabupaten Ende?
Itu juga saya belum kenal siapa pimpinan BPBD kabupaten Ende.

Terima kasih pak atas waktu dan kesempatannya.
Terima kasih juga. Semoga BPBD kita maju…...

Sabtu, 30 Oktober 2010

Lembata ingin bebas dari Bencana


Tidak tanggung-tanggung pemerintah kabupaten Lembata melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah  (BPBD) akan melakukan kajian  secara menyeluruh desa dan kelurahan terhadap anacaman yang akan terjadi nanti.
Sebagai awal dari perencanaan tersebut, telah terbentuk tim yang diberi nama TIM 9 akan melakukan analisis terhadap 144 desa dan kelurahan. Bertempat di kantor BPBD, tim tersebut dibagi dalam beberapa bagian untuk melihat lebih jauh kira-kira ancaman apa  yang sangat berpotensi terjadi di masing-masing desa.

Pertemuan yang berlangsung tanggal 9 Oktober 2010,  dihadiri oleh unsur-unsur pemerintah serta beberpa NGO lokal. Berdasarkan catatan yang diperoleh GONG FLORES, kabupaten Lembata tergolong kabupaten yang sangat rentan dengan beberapa ancaman, yakni banjir, kebakaran, tsunami serta kekeringan. Untuk kekeringan, ancaman ini sangat berpotensi terjadi setiap tahun mengingat kabupaten  Lembata merupakan daerah yang dipenuhi  tanaman ilalang. Apabila terjadi kekeringan berkepanjangan maka sangat berpotensi terjadi kebakaran serta kurangnya air bersih. Teruatama di desa Waijarang  berdasarkan pantauan langsung Tim Building Resilience (BR) Lembata bersama BPBD Lembata, hampir setipa tahun desa tersebut  sering terjadi kebakaran serta kekurangan air bersih. Menurut kepala desa setempat, kebakaran sering  terjadi di desa Waijarang karena hampir  semua wilayah desa ditumbuhi rumput yang mudah terbakar apabila terjadi kekeringan.

Untuk menindaklanjuti hasil pertemuan antara BPBD dengan NGO lokal, hasil pertemuan tersebut direkomendasikan kepada Tim 9. Adapun tugas awal yang  dilakukan sebelum terjun ke desa yakni:
1. Persiapan format analisis risiko yang meliputi , profil desa, format analisis kapasitas, kerentanan, ancaman serta intervensi  Rencana Aksi Bersama.
2. Pembekalan materi analisis oleh kepala BPBD
3. Perencanaan anggaran

Sementara itu, untuk mendukung berbagai  kegiatan yang berhubungan dengan penanggulangan bencana, saat ini Bupati kabupaten Lembata telah mengeluarkan  surat keputusan tentang Pembentukan Kelompok Kerja Penangulangan Bencana tingkat Kabupaten Lembata, dengan  NO. 226.0 tahun 2010.
 Kelompok kerja tersebut terdiri atas, SEKDA, BPBD, YBS, KESBANGPOLINMAS, DINSOSNAKETRANS, DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN,  DINAS PPO, DINAS ESDM,  BLH, BKP3, DINAS PU,  POLRES LEMBATA, KODIM, DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN,  DINKES, PMI DAN TAGANA. Menurut laporan, untuk menjalin komuikasi antar elemen tersebut disepakati  diadakannya pertemuan bulanan  sekaligus membahas semua perkembangan yang terjadi serta isu-isu yang baru yang berhubungan dengan pengurangan risiko bencana.

Atas dasar itulah, saat ini kabupaten Lembata ingin mencanangkan sebagai kabupaten yang bebas bencana.  Karena berdasarkan data sementara yang diperoleh, antara kapasitas dengan kerentanan serta ancaman yang ada di kabupaten Lembata sangat berbanding terbalik. Dimana angka kapasitas sangat rendah  dibandingkan dengan angka kerentanan dan ancaman yang cukup  tinggi……..maju terus ama

Kamis, 28 Oktober 2010

CATATAN PELAKSANAAN TOT WILAYAH NTT Ende, 27 September – 3 Oktober 2010



Lokasi Training of Trainer (TOT) di Firdaus Training Center - Fores Institute Resources Development  (FIRD), Kab. Ende berada di bibir pantai nan indah, lengkap dengan lalu-lalangnya nelayan tradisional yang menangkap ikan berada tidak jauh dari bibir pantai. Pemandangan ini juga nampak eksotik, karena di beberapa ratus meter selatan tempat pelatihan terdapat pulau kecil yang bernama Pulau Koa yang di sekelilingnya bertaburan nelayan-nelayan pencari ikan dari terbit fajar hingga mentari tenggelam. Angin laut/darat bertiup dengan spoi-spoi, menambah nyaman para pihak yang ada di sekitar pantai yang merupakan obyek wisata belum tergarap bernama Pantai Mbuu. Panorama ini semakin lengkap tatkala mata memandang ke bagian barat, nampak dermaga yang dilengkapi perahu-perahu nelayan yang bersandar dengan kerlap-kerlip lampu menyinar dikala senja telah tiba. Awan yang bergelantungan di lagit nampak indah terpadu dengan suasana laut bersih nan membiru. Teknologi modern juga turut andil dalam menghiasi angkasa, yakni adanya pesawat berpenumpang sekitar 40 orang take-off/landing di bandara sekitar dermaga. Fantatstis….

Kondisi alam yang indah dan menjadi background hidup yang terbingkai dalam dinding yang alami dalam ruang kelas pelatihan ini memberikan hiasan yang selalu berubah-ubah kiranya memberikan kontribusi luar biasa dalam mempercepat adaptasi antar peserta dan memberikan support tersendiri bagi peserta untuk tetap dalam stamina prima sejak awal pelaksanaan hingga akhir pelaksanaan pelatihan. Hal ini dapat dideskripsikan mulai dari bertemunya para peserta pelatihan TOT dari Kab. Manggarai, Kab. TTU, Kab. Belu, Kab. Flores Timur, Kab.Lembata, Kab. Ende dan Kab. Sikka. Sejak awal bertemu, nuansa keramahan nampak pada masing-masing peserta, baik dari kalangan NGO’s local, birokrat maupun Oxfam. Adaptasi yang dilakukan antara peserta dengan peserta maupun peserta dengan fasilitator dan Oxfam berkisar tentang kekhasan masing-masing wilayah. Kemudian saat dibuka acara pelatihan nuansa kesetaraan antara partisipan dari birokrat dengan NGO’s local. Hal ini nampak dalam mengambil posisi duduk yang tidak mengelompok antar dua elemen (birokrat & NGO’s) tersebut. Sebagai catatan, Oxfam yang diwakili Deny dan Iren, keduanya juga menjadi peserta dalam pelatihan ini dan berpartisipasi dari awal hingga akhir pelatihan.
Pelatihan ini partisipan perempuan hanya ada 2 (dua) orang dari YPPS Flores Timur dan 1 (satu) orang dari Oxfam. Namun begitu kelomppok minoritas di pelatihan ini secara umum tingkat partisipasinya seimbang dengan kelompok laki-laki.

Ketika masuk pada materi, keseriusan partisipan dalam mengikuti pelatihan  sudah mulai nampak ketika mempresentasikan hasil diskusi kelompok untuk Lembar Kerja Pemetaan Masalah ala John Twig, Modul 1. Perdebatan partisipan lebih dominan pada konten dan  bukan pada teknik penggunaan lembar kerja dimaksud. Sebagai pemanasan, masing-masing kelompok mendapatkan input yang cukup memadai. Diskusi ini berkembang, karena masing-masing kelompok memotret masalah-masalah riil yang ada di masing-masing wilayah dan antar partisipan/kelompok relative saling memahami peta persoalan di wilayah lain di NTT.

Diskusi memanas berlanjut pada Materi Sinergitas/Disinergitas Kebijakan Perencanaan Penganggaran dan Penanggulangan Bencana, karena dalam alat bantu belajar yang disajikan IDEA menunjukkan adanya keterpaduan dan berbenturan antar kebijakan. Dalam materi ini sempat terlontar statement beberapa partisipan (birokrat) yang menyatakan perlunya advokasi kebijakan tingkat nasional yang diikuti oleh multistakeholder daerah.
Dalam proses diskusi kelompok, semua kelompok mendiskusikannya dengan tidak lagi memperhatikan waktu. Maksudnya, waktu istirahat untuk mandi mereka abaikan. Bahkan pada saatnya rehat, mereka hanya mengambil minum dan snack untuk dibawa di kelompoknya. Kondisi ini berlangsung hingga pada akhir proses pelatihan ini.

Pada proses berikutnya, pada Modul 2 Memahami APBD partisipan diajak untuk membaca bersama dibacakan fasilitator, kemudian proses ini tidak begitu memakan waktu secara signifikan, karena partisipan memahami tentang proses perencanaan penganggaran dan materi yang tertuang dalam modul ini memang berkisar tentang regulasi yang melingkupinya. Partisipan tidak banyak komentar mengenai proses perencanaan dan penganggarannya. Proses diskusi ini pada sore dan malam hari terkendala dengan matinya listrik PLTD, sehingga baterai laptop masing-masing kelompok drop.

Modul 3 Cost and Benefit Analysis, partisipan dalam menyikapi materi-materi awal hampir semua mengalir. Kemudian sesaat memasuki pengisian table-tabel yang dilakukan secara berkelompok, partisipan dalam satu kelompoknya saling beradu argumentasi, sehingga diskusi kelompok ini cukup memakan waktu yang relatif lama di setiap tabel lembar kerja.

Di Modul 4 Integrasi RAM dalam perencanaan penganggaran juga memakan waktu diskusi yang cukup lama dan perdebatan antar kelompok yang begitu tajam. Ini mengindikasikan, bahwa stamina peserta tetap dalam kondisi prima. Beberapa catatan dan tawaran rekomendasi antar kelompok dalam diskusi pleno, setelah diperdebatkan kemudian langsung diakomodir oleh kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Hal ini juga dilakukan pada diskusi-diskusi dalam materi dan modul sebelumnya.

Partisipan pelatihan TOT di NTT ini sungguh memiliki stamina yang terjaga sampai akhir pelatihan, meskipun support konsumsi di malam hari relatif minim. Dan partisipan ketika ada sesi malam tidak pernah mengeluh melakukan kerja-kerja kelompok.

Yogyakarta, 8 Oktober 2010

ebm

Selasa, 19 Oktober 2010

MANGGARAI BEBAS BENCANA, SIAPA TAKUT

Luar biasa. Kira-kira ucapan yang pas bagi pemerintah kabupaten Manggarai. Bagaimana tidak, semua komponen yang ada termasuk para SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) telah berintergrasi bersama membahas isu bencana lintas stakeholder. Isu bencana di kabupaten yang kaya akan hasil kopi ini telah menjadi isu bersama tidak lagi bersifar sektoral.

Tepatnya tanggal 15 Oktober 2010, hampir semua SKPD beserta NGO lokal merencanakan secara bersama-sama tentang pengintegrasian pembangunan daerah termasuk anggaran yang berprespektif bencana. Terkait dengan umur BPBD ini maka kami di kantor ini masih sangat mengalami kekurangan dari berbagai macam hal. Apakah itu berkaitan dengan kapasitas kami sendiri sebagai pegawai di BPBD juga terkait dengan anggaran yang belum memamadai sebagai fasilitas yang disediakan untuk memperlancar jalannya berbagai kegiatan, demikian ucapan pembuka  Drs.Anggalus Angkat, Msi kepala BPBD Manggarai.

 Pertemuan tersebut,  juga membahas  perlunya  Peraturan Daerah tentang Penyelanggaraan Bencana kabupaten Manggarai sebagai payung hukum bagi BPBD untuk menjalankan tugas dan fungsinya dan kemudian diajukan ke lembaga legislatif.

Serius tapi santai . Kira-kira begitulah suasana pertemua yang diadakan di kantor BPBD.  Kesempatan yang ditunggu-tunggu datang juga. Untuk diketahui oleh Bapak sebagai kepala BPBD bahwa Pokja ini sudah lama sekali berpikir tentang berbagai hal yang berhubungan dengan penanganan bencana di kabupaten Manggarai.  Tetapi jujur mau saya katakan Pemerintah Manggarai selalu melihat mereka ini (TIM FIRD) adalah lawannya pemerintah.
Kami di RSUD sudah terlalu yang dibantu Tim Fird sampai kami merumuskan yang namanya Sphere Sector di RSUD,  ungkap Ibu Since pegawai di RSUD Ruteng.

Untuk menindaklanjuti hasil  pertemuan,  pada kesempatan yang sama ada usulan bersama  untuk dilakuakan , yakni:
1. Isu kebencanaan  harus menjadi isu bersama semua unsur baik pemrintah, NGO, maupun masyarakat
2. Dibutuhkan  payung hukum bagi BPBD untuk menjalankan tugas dan fungsinya yang  lebih luas
3. Masyarakat harus menjadi subyek dalam merencanakan dan melaksanakan pengurangan risiko bencana
4. Paradigama penanganan bencana harus dirubah dari tanggap darurat ke pra bencana

Menjadi penting dan sangat berarti bagi kami pertemuan pada hari ini dan kami melihat kalaupun bagi Tim Fird adalah pertemuan Pokja tetapi bagi kami, ini sebuah pertemuan awal yang harapan kedepannya Tim Fird kami meminta untuk saling mengingatkan kami dan juga meminta sumbangan pemikiran terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan penanganan bencana di kabupaten ini, ungkap Kaban BPBD.

Menutup pertemuan, semua peserta baik pemrintah maupun TIM FIRD Manggarai mengharapkan adanya komuikasi yang berkelanjutan sehingga  ada perkembangan yang terbaru dari pihak yang terkait dapat didiskusikan atau direspon dengan  cepat. Kalaupun ada perbedaan pendapat kita hari ini jadikan sebagai kekuatan kita bersama untuk menata Manggarai  bebas dari  bencana………salut untuk mu kraeng..




Kamis, 14 Oktober 2010

PERINGATAN HARI PENGURANGAN RISIKO BENCANA INTERNASIONAL BERALASKAN PASIR PANTAI DAN ATAP DAUN WARU

Untuk pertamakali kabupaten Ende memperingati hari PENGURANGAN RISIKO BENCANA INTERNASIONA tanggal 13 Oktober 2010. Kalau memperingati biasanya selalu identik dengan kemeriahan, namun acara ini dikemas sederhana sekali karena diadakan di tengah kampung Pu'unaka yang lima hari sebelumnya diterpa bencana abrasi. Sesekali terdengar logat Ende yang kental dari kerumunan warga, "mbana emba bele" ketika saya bersama seorang kawan datang ke tempat acara.
Tepat pukul 16.00 wib, acara dimulai dengan pengantar dari MC, kemudian dilanjuti dengan sambutan dari camat Ende Selatan serta dibuka dengan resmi oleh kepala BPBD kabupaten Ende. Lumayan cukup pejabat kabupaten yang hadir saat itu, kecuali anggota legislatif yang tidak datang, menurut informasi yang diperoleh ,berhalangan hadir ada tugas luar kota. Pasti dimaklumi karena banyak "acara

Menarik memang, acara yang dikemas sangat sederhana hanya dibekali snack sebagai pengganjal isi perut peserta termasuk pejabat daerah. Diawali dengan paparan dari pemateri yakni dari Kepala BPBD serta Direktur FIRD, spontan acara berlangsung sangat serius tatkala ada pernyataan dari kepala BPBD mengatakan bahwa " areal ini tidak nyaman dihuni oleh warga karena sangat bahaya untuk keselamatan masyarakat dari abrasi pantai setiap tahun", miu pemerintah sodho molo-molo, celetuk seorang warga yang tidak mau menyebutkan namanya. 

Setelah selesai memaparkan materi dari dua pamateri acara dilanjutkan dengan tanya jawab dengan warga setempat. Banyak tanggapan yang dilontarkan oleh warga bernada kristis terutama kebijakan pemerintah yang ingin merelokasi warga namun tidak ditanggung berapa besaran anggran untuk kebutuhan akan tanah serta membangun rumah baru. "Untuk membeli tanah dan rumah baru terpaksa kami harus suruh anak kami yang perempuan kerja di Arab Saudi sehingga bisa dapat uang, papar seorang warga di tengah suasana diskusi.

Menjelang sore hari MC menyimpulkan hasil dari diskusi, dan kemudian meminta camat Ende Selatan untuk menutup rangkaian kegiatan secara resmi yang diriingi tepuk tangan warga serta tidak lupa jabatan tangan satu sama lain baik warga maupun pejabat pemerintah yang hadir dengan suasana damai dan bahagia.
ah pasir pantai dan daun waru bisa aj bikin kuping jadi panas....


 

Rabu, 13 Oktober 2010

FIRDAUS TRAINING CENTER SELALU DI HATIKU

Kawan-Kawan yang baik, Salam Sejahtera... Saya sangat terkesan dengan Firdaus Training Center, Nanganesa, Ende.... Suasana alam yang sangat bersahabat membuat saya mengungkapkan sekelumit catatan di Nanganesa... Kepada Bung Ronny, dkk FIRD, komplek training Anda bukan saja menjadi alternatif bagi siapapun untuk beraktifitas/belajar sama-sama  dengan nuansa alam yang indah saja, tetapi desaign ruang yang memanjakan mata melihat hamparan lukisan Tuhan sampai batas katulistiwa itu menjadikan pemanfaat komplek otaknya selalu fresh.... Sekilas catatan saya dalam attachment ini mewakili ungkapan hati saya... Terima kasih Bung Ronny, dkk FIRD dan terima kasih Kawan2 NGO's lainnya... Stamina Kawan2 sungguh sangat luar biasa...! Salam,  eko idea Jogja

Senin, 11 Oktober 2010

SMU KARITAS TERIMAH KASIH ATAS PARTISIPASIMU



Saya  sangat bangga karena saya dan teman-teman saya dapat berbakti untuk lingkungan tempat tinggal kami, walaupun rasa cape sangat kami rasakan, ungkap Cin sapaan akrabnya disela kegiatan berlangsung. Terik matahari sangat menyengat di siang itu. Pasukan kuning berlist biru mengayuh langkah pasti menunju kampung Watuneso. Kami SMU Karitas di Lio Timur berpartisipasi di lingkungan Watuneso bersama dengan komuitas. Tepat tanggal 31 bulan September hampir semua siswa/I bergotong royong mengangkat batu di kali Watuneso untuk pembuatan tanggul penahan banjir. Rasa lelah serta haus tidak terasa oleh mereka. Tertawa, marah, serius tersirat dalam wajah muda Lio Timur yang tidak mengenal lelah. Sesekali mereka bercanda dengan sesama kawan yang selalu diamini oleh gurunya sebagai pertanda rasa bahagia dalam diri siswanya. Tepat jam 12 siang kegiatan berakhir. Semua be
rkumpul bersama dan mendengarkan arahan dari guru serta ucapan terimaksuh dari komunitas yang merasa terbantu dengan bantuan dari anak-anak mereka. Setelah selsesai mendapat arahan, merekapun membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing dengan rasa lapar yang terpancar jelas dalam raut wajahnya…….    
go go go SMU Karitas

Rabu, 06 Oktober 2010

AKU KINI HANYA SEBATANG KARA



Dinginnya udara disertai desingan angin gunung sapaan akrab kala kita akan berkunjung ke desa Gapong. Desa yang porakporanda akibat bencana tanah longsor tahun 2007. Suguhan kopi hangat khas daerah Manggarai sangat terasa. Begitulah kira-kira ucapan selamat datang saat kunjungan  FIRDAUS  PRB ke desa tersebut.
Siprianus Mboeng nama laki-laki setengah baya itu. Sambil duduk di kursi kayu lai-laki itu berkisah. Hari itu tanggal 2 Maret hujan deras mengguyur tanah Manggrai termasuk desa mungil bernama Gapong. Hujan yang berdurasi kurang lebih 2 jam ternyata membawa malapetaka. Desa Gapong diterjang bencana tanah longsor. Tidak terbayang memang oleh warga desa tersebut. Desa yang terdiri dari perbukitan dengan kondisi tanah yang labil membawa duka warga desa termasuk laki-laki setengah baya Siprianus Mboeng. Apa mau dikata bencana telah datang. Tidak terbayang memang dalam benaknya, ternyata bapak, ibu serta adik nya harus pergi untuk selamanya bersama 26 orang warga desa. Tiga orang dinyatakan hilang sampai saat ini. Saat terjadibencana mereka ada di dalam rumah tempat kami tinggal. Menurut pengakuan warga tiba-tiba saja ada bunyi gemuruh disertai gempa kecil.

Sambil meneguk kopi hangat, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Mau menangis saya pun bingung. Karena di depan mataku ada tiga orang mayat yang saya sayangi selama ini, terbujur kaku. Aku hanya menangis dalam hati. Tuha apakah ini cobaan yang pantas bagi aku hambamu? Disaat bersamaan tangis serta rasa haru menyelimuti warga desa Gapong. Empat rumah rusak berat serta jalan raya jurusan Ruteng-Reo putus total. Bantuan yang datang pun terlambat. Pada malam harinya kami pun hanya mengkonsumsi makanan seadanya. Setelah kejadian desa kami terasa gelap gulita. Tidak ada lampu yang menerangi desa kami. Untuk mengevakuasi mayat pun hanya mengunakan peralatan seadanya. Linggis, pacul serta tofa menjadi andalan masyarakat untuk membantu mencari mayat yang hilang. Besok hari Sabtu tanggal 3 Maret semua mayat ditemukan kecuali tiga orang. Dan dikubur secara massal karena kondisi tanah berlumpur sehingga tidak dikubur satu persatu.

Kurang lebih dua tahun sudah bencana berlalu, namun kesedihan serta ingatan terhadap kejadian tersebut masih membekas dalam memori kami. Tugu peringatan tragedi tersebut berdiri tegak dengan tulisan serta nama-nama korban tanah longsor. Sesekali aku berkunjung ke makam keluarga. Kubur dengan bertatakan keramik biru berbaris rapi di kebun milik kami seakan menjadi penjaga tanah warisan leluhur nenek moyang ku. Setiap hari aku hanya memandang dinding rumah kami yang trebuat dari bambu, mungkin  kah mereka akan bersama ku lagi? Kini aku hanya seorang diri. Dalam hati andaikan mereka ada bersama saya saat in mungkin dalam keluarga ada canda, tawa serta tangisan kecil adik ku. Yang paling saya rasakan ketika malam tiba biasanya kami duduk berkumpul bersama, makan bersama di dalam rumah, termasuk bercerita tentang ke mana saya harus sekolah nanti setelah tamat. Tapi sekarang hanya tinggal kenangan karena mereka semua telah pergi untuk selama-lamanya dengan cara yang sangat mengenaskan. Dan saya percaya mungkin itu rencana Tuhan yang paling indah.
Bencana memang datang tanpa mengenal siapa kita, asal usul kita, dan darimana kita. Hanya ada satu hal yang dapat kita ambil hikmahnya, berbuatlah baik terhadap lingkungan disekitar kita. 

Minggu, 03 Oktober 2010

BERBAGI SUSAH DAN SENANG DI NANGANESA

Baru kali ini saya mengikuti pelatihan yang "sersan" padahal saya sudah mengikuti pelatihan sudah banyak tapi kali ini lebih bebas tapi terpimpin. Antara kawan-kawan tidak ada perbedaan padahal ada yang dari pemerintah dan ada juga dari lsm, ucap Siprianus Jamu Sekretaris BPBD kab Manggarai.

Betapa tidak selama tujuh hari berturut-turut para peserta pelatihan harus berpikir dan menganalisa tentang kondisi nyata wilayah masing-masing kabupaten terkait risiko yang ada. Rasa jenuh, lelah serta senang bercampur jadi satu. Hari demi hari, waktu demi waktu terus berganti. satu persatu peserta pelatihan tersirat rasa jenuh. Namun ada satu hal yang paling menarik semangat para peserta tidak pernah surut. hampir semua sesi kegiatan mereka lalui dengan semangat. Presentasi, adu argumen serta penjelasan dari masing-masing kelompok selalu mewarnai kegiatan setiap hari. Sesekali fasilitator memotong pembicaraan yang sudah diluar konteks. Kawan-kawan yang perlu kita lihat disini adalah alur pengisian tabelnya kita belum membahas terlalu jauh tentang isi dari tabel, ucap Mas Eko disela-sela kegiatan.

Ketika menjelang snack pagi serta makan siang hampir semua peserta merasa sedikit lega karena ada penambahan logistik untuk berpikir. Hampir tidak terlewatkan oleh semua peserta kegiatan yang satu ini. Satu persatu peserta keluar dan menikmati suguhan kopi, teh serta kue yang ala kadarnya yang disiapkan oleh ibu-ibu dapur umum ala posko banjir pengungsi. Maklum pelatihannya tentang pengurangan risiko bencana.

Hari terakhir dari serangkaian kegiatan ada sesi evaluai yang diminta oleh panitia. Setiap peserta menulis tentang kekurangan, kelebihan serta bagaimana penyajian materi serta materi yang diterima. Menariknya adalah ada ilmu baru yang diperoleh serta muncul komitmen bersama dari para peserta untuk berjuang bersama mengurangi risiko bencana dengan melepas semua atribut atau simbol lembaga, institusi dan berbagi pengetahuan sesama peserta melalui intensitas komunikasi.  Sebagai pesan terakhir dari kegiatan ini "marilah kita mengurangi risiko bencana" dimulai dengan berbagi susah dan senang selama tujuh hari di Firdaus Training Centre Nanganesa......keep fight

FOTO PELATIHAN DI NANGANESA ENDE FLORES NTT