Rabu, 02 Maret 2011

ADA APA DENGAN 14-16 DESEMBER 2010 DI DESA TANA LI

Bunyi kentongan bambu yang berukuran sekitar 60 cm bersahut-sahut dari sudut kampung. Di sisi lain teriakan histeris dari sekelompok ibu-ibu serta anak-anak. Banjir, banjir, banjir, banjir datang. Ayo lari semua. Sepuluh menit kemudian seisi kampung Tana Li keluar berhamburan dari rumah mereka karena dari arah Timur banjir telah mengepung kampung. Tua, muda, laki-laki , perempuan, anak-anak berkumpul di halaman rumah adat. Sesaat kemudian mosalaki (Tokoh Adat) memerintahkan masyarakat setempat mengungsi ke tempat yang lebih tinggi untuk menyelamatkan diri dari amukan banjir.
Masyarakat beduyun-duyun ke tempat lebih aman, tidak ketinggalan juga ada yang membawa ternak berupa sapi serta ada juga yang menolong ibu hamil, serta beberapa penyandang cacat yang terlihat buru-buru meninggal kampung . Tolong, tolong, tolong sesekali terdengar teriakan dari sudut tenda pengungsi. Seorang ibu yang sedang hamil sedang berteriak minta pertolongan. Di depan tenda terdengar tangisan histeris seorang ibu karena suaminya diberitakan telah meninggal dunia. Di pojok kiri seorang wanita tampak sibuk mencacat korban jiwa serta masyarakat yang belum ditemukan.
Apakah ada makanan yang bisa dimakan atau air panas untuk suguhkan bagi korban yang pingsan? teriak laki-laki bertubuh kekar. Sedang dimasak pak, nanti sepulih menit lagi, jawab ibu-ibu yang berada di dapur umum.
Setengah jam kemudian, muncul seorang perempuan muda datang membawa secarik kertas dan siap melapor data yang dihimpun dan ditujukan kepada kepala desa. Sementara teriakan serta tangisan karena kepergian suami tercinta .....
masih terdengar di dalam tenda kuning.
Setelah menerima laporan dari humas, kepala desa langsung melaporkan peristiwa banjir bandang tersebut ke pihak kecamatan yang terdekat. Dengan menggunakan telepon genggam, segera mungkin kepala desa melaporkan kejadian ke tingkat kecamatan dan dilanjutkan ke tingkat kabupaten. Sementara itu, koordinator TSBD masih berkonsultasi dengan pengurus TSBD yang lain tentang bagaiamana dengan persediaan makanan bagi pengungsi yang berjumlah sekitar 100 orang yang didominasi oleh anak-anak dan orang tua. Terutama anak-anak, persediaan makanan untuk kelompok balita hanya untuk satu malam saja sedangkan untuk malam selanjutnya belum dapat terpenuhi karena kondisi jalan serta jembatan terputus oleh terjangan banjir bandang.
Di dapur umum, ibu-ibu tampak sibuk menyiapkan makan seadanya berupa makanan lokal seperti pisang, ubi serta beberapa kilogram beras yang berhasil diselamatkan itupun hanya untuk persediaan satu malam saja dengan jumlah pengungsi yang cukup banyak. “Begini saja kita dahulukan anak-anak serta keompok lansia, ungkap ibu muda di tengah kegelisahan melanda posko pengungsi.
Ditengah kepanikan serta keseriusan, tiba-tiba terdengar suara yang keluar dari toa mengumumkan “Ayo semua kembali ke tenda, kita semua ke kampung karena kegiatan simulasi kita sudah selesai serta kita mengevaluasi semua kegiatan kita hari ini bersama reka-rekan wartawan yang datang dari Jakarta dan Kupang......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar