Selasa, 22 Maret 2011

kOMUNITAS WATUNESO BERTEKAD PERANG TERHADAP BENACANA

Tanggal 11 Maret 2011 memang hari begitu naas bagi saudara kita yang bertempat tinggal di kecamata Lio Timur. Hujan yang mengguyur selama 4 jam ternyata menghadiakan masyarakat dengan kehadiran banjir bandang yang memporakporandakan tanaman pertanian serta tanaman komoditi masyarakat. Tercatat, banjir bandang mengamuk di 2 desa dan satu kelurahan, yakni desa Woloaro, Hibatuwa serta kelurahan Watuneso, dengan kerugian yang dialami sekitar ratusan juta. 

Belajar dari pengalaman,  masyarakat mulai sadar akan bahaya, berawal dari keinginan  sekelompok masyarakat melakuakn kerja bhakti  disekitar DAS Watuneso. Karena menurut hasil pengamatan dari beberapa kelompok masyarakat termasuk di dalamnya tokoh adat (Mosalaki) Watuneso bahwa risiko yang diredam dari banjir beberapa hari lalu karena masih kokohnya tembok penyokong serta  bronjong yang dibangun di pesisir DAS Watuneso. Sehingga, menurut hasil pengamatan maysarakat beberapa lahan pertanian serta komoditi disepanjang sungai masih terselamatkan. "Iya benar sekali kami sangat beruntung dengan adanya tembok ini kalau tidak ada tembok ini mungkin air akan masuk ke kampung karena posisi kampung lebih rendah, ungkap Bapak Jhoni mosalaki Watuneso.    

Jumat, 18 Maret 2011, hampir sekitar liampuluhan orang masyarakat Watuenso bergotong royong membangun kembali tembok penyokong yang hampir rubuh akibat dari hantaman banjir. Tua, muda, laki-laki, perempuan turut ambil nagian dalam kerja tersebut. Kalau tembok ini tidak segera disokong dengan batu-bari di sisi dekat dengan air maka kalau terjadi banjir lagi tembok ini akan hancur dan terbawa banjir, ungkap salah satu peserta perempuan yang hadir saat itu.

Peran Adat
Pada kesempatan yang sama, ketika tim kami berhasil berdiskusi dengan tokoh adat Watuneso bapak Jhoni, dalam  kesempatan itu juga , ada keinginan yang kuat dari beliau untuk kembali menegakan beberapa aturan adat yang sangat berhubungan dengan alam semesta. Menurutnya lagi, dalam waktu yang t idakterlalu lama beliau akan menghimpun semua keluarga besar Watineso (Faiwalu  ana halo)  termasuk keluaraga besar yang terdiri dari beberapa rumpun keluarga sebut saja salah satu rumpun keluarga Iju Mbeke untuk berkumpul bersama dengan rumpun keluarga yang lain secara bersama-sama melakukan satu kegiatan besar, yakni melakukan penanaman anakan bambu disepanjan DAS Watuneso sejauh 4 km. Karena menurutnya lagi, apabila disepanjang DAS ini ditanami tanaman bambu maka, risiko yang ditimbulkan akibat dari banjir dapat diminimalisir. Selain itu, memang sangat dibutuhkan kerjasama yang baik antara pemerintah desa, tokoh adat serta semua kelompok masyarakat sehingga kejadian banjir yang terjadi satu minggu yang lalu dapat dihindari. 
che





  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar